Kerja
keras para guru dan dosen selama ini sungguh patut diapresiasi. Di tengah
pembatasan sosial akibat wabah covid-19, kita harus tetap semangat mengejar dan
mengajar ilmu pengetahuan. Hampir tidak ada yang menyangka, wajah pendidikan
akan berubah drastis akibat pandemi covid19. Konsep sekolah di rumah
(home-schooling) tidak pernah menjadi arus utama dalam wacana pendidikan
nasional. Meski makin populer, penerapan pembelajaran online (online learning)
selama ini juga terbatas pada Universitas Terbuka, program kuliah bagi karyawan
di sejumlah universitas dan kursus-kursus tambahan (online courses). Tapi,
kebijakan physical distancing untuk memutus penyebaran wabah, memaksa perubahan
dari pendidikan formal di bangku sekolah menjadi belajar dari rumah, dengan
sistem online, dalam skala nasional. Bahkan, ujian nasional tahun ini terpaksa
ditiadakan. Tantangan pendidikan Sistem pendidikan online pun tidak mudah. Di
samping disiplin pribadi untuk belajar secara mandiri, ada fasilitas dan sumber
daya yang mesti disediakan. Saya mendengar keluhan banyak orang tua murid
dan juga tenaga pendidik yang kesulitan, baik dalam menyediakan perangkat
belajar seperti ponsel dan laptop maupun pulsa untuk koneksi internet. Dengan
kata lain, sistem pembelajaran online ini berpotensi membuat kesenjangan sosial
ekonomi yang selama ini terjadi, menjadi makin melebar saat pandemi. Kemenaker
(20/4) mencatat sudah lebih dari 2 juta buruh dan pekerja formal-informal yang
dirumahkan atau di PHK. Dengan kondisi seperti ini, banyak orangtua kesulitan
menyediakan kesempatan pendidikan yang optimal bagi anak-anak mereka. Dalam
situasi yang lebih buruk, orang tua malah bisa berhadapan pada pilihan
dilematis: memberi makan keluarga atau membiayai pendidikan anak. Ini
berpotensi membuat angka putus sekolah meningkat. Sejak kebijakan belajar dari
rumah diterapkan secara nasional mulai tanggal 16 Maret 2020, muncul indikasi
naiknya angka Kerja
keras para guru dan dosen selama ini sungguh patut diapresiasi. Di tengah
pembatasan sosial akibat wabah covid-19, kita harus tetap semangat mengejar dan
mengajar ilmu pengetahuan. Hampir tidak ada yang menyangka, wajah pendidikan
akan berubah drastis akibat pandemi covid19. Konsep sekolah di rumah
(home-schooling) tidak pernah menjadi arus utama dalam wacana pendidikan
nasional. Meski makin populer, penerapan pembelajaran online (online learning)
Tapi,
kebijakan physical distancing untuk memutus penyebaran wabah, memaksa perubahan
dari pendidikan formal di bangku sekolah menjadi belajar dari rumah, dengan
sistem online, dalam skala nasional. Bahkan, ujian nasional tahun ini terpaksa
ditiadakan. Tantangan pendidikan Sistem pendidikan online pun tidak mudah. Di
samping disiplin pribadi untuk belajar secara mandiri, ada fasilitas dan sumber
daya yang mesti disediakan. Sejak kebijakan belajar dari
rumah diterapkan secara nasional mulai tanggal 16 Maret 2020, muncul indikasi
naiknya angka putus sekolah di berbagai tempat. Mulai dari Papua, Maluku Utara,
hingga Jakarta. Ini daerah-daerah yang tergolong zona merah dalam penyebaran
wabah. Angka putus sekolah dari kawasan perdesaan juga diperkirakan akan naik.
Dalam jangka panjang, anak-anak yang putus sekolah ini memiliki kemungkinan
lebih besar untuk menganggur, baik secara tertutup atau terbuka. Ini bukan
hanya secara akumulatif akan menurunkan produktivitas nasional, tapi membuat
mereka terjebak dan mereka terjebak dalam lingkaran tidak berujung (vicious
circle) kemiskinan struktural. Pekerjaan
rumah kita dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional memang masih banyak.
Pandemi covid-2019 ini menyingkapkan sejumlah persoalan genting yang harus
segera diatasi karena menyangkkut keberlangsungan dan kualitas pendidikan para
murid serta kesejahteraan para murid guru maupun dosen. Betapapun sulitnya,
kita harus terus memperjuangkan dan mengawal proses reformasi pendidikan,
sebagai kunci kejayaan NKRI.
Pekerjaan rumah kita
dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional memang masih banyak.
Pandemi covid-2019 ini menyingkapkan sejumlah persoalan genting yang
harus segera diatasi karena menyangkkut keberlangsungan dan kualitas
pendidikan para murid serta kesejahteraan para murid guru maupun dosen.
Betapapun sulitnya, kita harus terus memperjuangkan dan mengawal proses
reformasi pendidikan, sebagai kunci kejayaan NKRI.
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/311137-pendidikan-indonesia-di-tengah-pandemi-covid-19
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/311137-pendidikan-indonesia-di-tengah-pandemi-covid-19
Pekerjaan rumah kita
dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional memang masih banyak.
Pandemi covid-2019 ini menyingkapkan sejumlah persoalan genting yang
harus segera diatasi karena menyangkkut keberlangsungan dan kualitas
pendidikan para murid serta kesejahteraan para murid guru maupun dosen.
Betapapun sulitnya, kita harus terus memperjuangkan dan mengawal proses
reformasi pendidikan, sebagai kunci kejayaan NKRI.
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/311137-pendidikan-indonesia-di-tengah-pandemi-covid-19
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/311137-pendidikan-indonesia-di-tengah-pandemi-covid-19
Pekerjaan rumah kita
dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional memang masih banyak.
Pandemi covid-2019 ini menyingkapkan sejumlah persoalan genting yang
harus segera diatasi karena menyangkkut keberlangsungan dan kualitas
pendidikan para murid serta kesejahteraan para murid guru maupun dosen.
Betapapun sulitnya, kita harus terus memperjuangkan dan mengawal proses
reformasi pendidikan, sebagai kunci kejayaan NKRI.
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/311137-pendidikan-indonesia-di-tengah-pandemi-covid-19
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/311137-pendidikan-indonesia-di-tengah-pandemi-covid-19
Kerja keras para guru
dan dosen selama ini sungguh patut diapresiasi. Di tengah pembatasan
sosial akibat wabah covid-19, kita harus tetap semangat mengejar dan
mengajar ilmu pengetahuan. Hampir tidak ada yang menyangka, wajah
pendidikan akan berubah drastis akibat pandemi covid19.
Konsep sekolah di rumah (home-schooling) tidak pernah menjadi arus utama
dalam wacana pendidikan nasional. Meski makin populer, penerapan
pembelajaran online (online learning) selama ini juga terbatas pada
Universitas Terbuka, program kuliah bagi karyawan
di sejumlah universitas dan kursus-kursus tambahan (online courses).
Tapi, kebijakan physical distancing untuk memutus penyebaran wabah,
memaksa perubahan dari pendidikan formal di bangku sekolah menjadi
belajar dari rumah, dengan sistem online, dalam skala nasional. Bahkan,
ujian nasional tahun ini terpaksa ditiadakan.
Tantangan pendidikan
Sistem pendidikan online pun tidak mudah. Di samping disiplin pribadi
untuk belajar secara mandiri, ada fasilitas dan sumber daya yang mesti
disediakan.
Saya bersyukur masih mampu memfasilitasi anak kami untuk pendidikan
jarak jauh, tapi saya mendengar keluhan banyak orangtua murid dan juga
tenaga pendidik yang kesulitan, baik dalam menyediakan perangkat belajar
seperti ponsel dan laptop maupun pulsa untuk koneksi internet.
Dengan kata lain, sistem pembelajaran online ini berpotensi membuat
kesenjangan sosial ekonomi yang selama ini terjadi, menjadi makin
melebar saat pandemi. Kemenaker (20/4) mencatat sudah lebih dari 2 juta
buruh dan pekerja formal-informal yang dirumahkan atau diPHK. Dengan
kondisi seperti ini, banyak orangtua kesulitan menyediakan kesempatan
pendidikan yang optimal bagi anak-anak mereka.
Dalam situasi yang lebih buruk, orangtua malah bisa berhadapan pada
pilihan dilematis: memberi makan keluarga atau membiayai
pendidikan anak. Ini berpotensi membuat angka putus sekolah meningkat.
Sejak kebijakan belajar dari rumah diterapkan secara nasional mulai
tanggal 16 Maret 2020, muncul indikasi naiknya angka putus sekolah di
berbagai tempat. Mulai dari Papua, Maluku Utara, hingga Jakarta. Ini
daerah-daerah yang tergolong zona merah dalam penyebaran wabah. Angka
putus sekolah dari kawasan perdesaan juga diperkirakan akan naik.
Dalam jangka panjang, anak-anak yang putus sekolah ini memiliki
kemungkinan lebih besar untuk menganggur, baik secara tertutup atau
terbuka. Ini bukan hanya secara akumulatif akan menurunkan produktivitas
nasional, tapi membuat mereka terjebak da- mereka terjebak dalam
lingkaran tidak berujung (vicious circle) kemiskinan struktural.
Sebagai langkah solusi praktis, sejak awal saya berpendapat pemerintah
perlu merealokasikan dana pelatihan Rp5,6 triliun bagi 5,6 juta buruh
dan pekerja yang diperkirakan terdampak krisis ekonomi akibat wabah
covid-19, menjadi bantuan langsung. Sehingga, bisa digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/311137-pendidikan-indonesia-di-tengah-pandemi-covid-19
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/311137-pendidikan-indonesia-di-tengah-pandemi-covid-19
Kerja keras para guru
dan dosen selama ini sungguh patut diapresiasi. Di tengah pembatasan
sosial akibat wabah covid-19, kita harus tetap semangat mengejar dan
mengajar ilmu pengetahuan. Hampir tidak ada yang menyangka, wajah
pendidikan akan berubah drastis akibat pandemi covid19.
Konsep sekolah di rumah (home-schooling) tidak pernah menjadi arus utama
dalam wacana pendidikan nasional. Meski makin populer, penerapan
pembelajaran online (online learning) selama ini juga terbatas pada
Universitas Terbuka, program kuliah bagi karyawan
di sejumlah universitas dan kursus-kursus tambahan (online courses).
Tapi, kebijakan physical distancing untuk memutus penyebaran wabah,
memaksa perubahan dari pendidikan formal di bangku sekolah menjadi
belajar dari rumah, dengan sistem online, dalam skala nasional. Bahkan,
ujian nasional tahun ini terpaksa ditiadakan.
Tantangan pendidikan
Sistem pendidikan online pun tidak mudah. Di samping disiplin pribadi
untuk belajar secara mandiri, ada fasilitas dan sumber daya yang mesti
disediakan.
Saya bersyukur masih mampu memfasilitasi anak kami untuk pendidikan
jarak jauh, tapi saya mendengar keluhan banyak orangtua murid dan juga
tenaga pendidik yang kesulitan, baik dalam menyediakan perangkat belajar
seperti ponsel dan laptop maupun pulsa untuk koneksi internet.
Dengan kata lain, sistem pembelajaran online ini berpotensi membuat
kesenjangan sosial ekonomi yang selama ini terjadi, menjadi makin
melebar saat pandemi. Kemenaker (20/4) mencatat sudah lebih dari 2 juta
buruh dan pekerja formal-informal yang dirumahkan atau diPHK. Dengan
kondisi seperti ini, banyak orangtua kesulitan menyediakan kesempatan
pendidikan yang optimal bagi anak-anak mereka.
Dalam situasi yang lebih buruk, orangtua malah bisa berhadapan pada
pilihan dilematis: memberi makan keluarga atau membiayai
pendidikan anak. Ini berpotensi membuat angka putus sekolah meningkat.
Sejak kebijakan belajar dari rumah diterapkan secara nasional mulai
tanggal 16 Maret 2020, muncul indikasi naiknya angka putus sekolah di
berbagai tempat. Mulai dari Papua, Maluku Utara, hingga Jakarta. Ini
daerah-daerah yang tergolong zona merah dalam penyebaran wabah. Angka
putus sekolah dari kawasan perdesaan juga diperkirakan akan naik.
Dalam jangka panjang, anak-anak yang putus sekolah ini memiliki
kemungkinan lebih besar untuk menganggur, baik secara tertutup atau
terbuka. Ini bukan hanya secara akumulatif akan menurunkan produktivitas
nasional, tapi membuat mereka terjebak da- mereka terjebak dalam
lingkaran tidak berujung (vicious circle) kemiskinan struktural.
Sebagai langkah solusi praktis, sejak awal saya berpendapat pemerintah
perlu merealokasikan dana pelatihan Rp5,6 triliun bagi 5,6 juta buruh
dan pekerja yang diperkirakan terdampak krisis ekonomi akibat wabah
covid-19, menjadi bantuan langsung. Sehingga, bisa digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/311137-pendidikan-indonesia-di-tengah-pandemi-covid-19
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/311137-pendidikan-indonesia-di-tengah-pandemi-covid-19








0 komentar:
Posting Komentar